Thursday, December 5, 2013

Hotel, Hostel and Friends

Kalau mendengar atau membaca tentang kata 'hostel', penggemar film pasti akan langsung teringat dengan karya Eli Roth yang sangat gory begitu membaca judul di atas. Who can blame them, kata hostel boleh dibilang sudah terlanjur dipopulerkan film tersebut. Saking populernya, film ber-setting hostel yang sarat kekerasan dan berdarah-darah ini sampai dibuat tiga sequel. Dan layaknya semua traveller di dunia, saya pribadi tidak terlepas dari pengalaman menginap di hotel maupun hostel. Tapi tenang, cerita saya sama sekali tidak ada yang mengandung unsur kekerasan, apalagi darah. Jadi dijamin lulus sensor dan layak baca bagi segala kalangan, mulai dari balita yang sudah melek huruf dan bisa baca sampai ke kaum lansia yang butuh hiburan.

Meskipun mengaku citizen of the world (atau paling tidak ingin merasa begitu), pengalaman travelling saya belum terlalu banyak. Tapi dari sedikit pengalaman jalan-jalan ini, ada lah yang bisa saya bagikan kepada pembaca sekalian yang budiman. Siapa tahu dapat memberikan sedikit pencerahan dan inspirasi. So buckle up, fasten your seatbelt, and enjoy the ride...

Jakarta
Saya pernah merasakan menginap di sebuah hotel bintang lima di Jakarta yang berstandar internasional. Kalau kamu menduga saya termasuk kaum borju yang punya banyak uang sehingga bisa nginap di hotel seperti ini, you are wrong. Saya bisa menginap di sana karena ada family yang mendapatkan voucher menginap gratis di hotel tersebut. Di masa-masa indah kuliah tersebut, jangankan menginap di hotel, uang sewa kost saja terkadang masih nunggak yang membuat saya jadi anak kesayangan ibu kost karena sering dipanggil untuk menghadap. Ok, you get my point. Tidak perlu masuk ke sesi curhat kilas balik ke jaman “makan pagi bersama mie instant” yang tak terlupakan. Saya yakin kalian semua juga tidak akan tertarik untuk membaca kisah gak penting mahasiswa kere. By the way, saya sudah bilang belum kalau selain mie, dulu menu makan favorit saya adalah nasi setengah porsi berhiaskan tempe plus kuah (kuahnya saja, gak pakai isi)? Lho, kok jadi berlanjut curhatnya?? Enough is enough! Back to our hotel story...  

Hotel ini sangat bagus dengan segala fasilitas lengkap yang dijamin akan memanjakan semua patron yang menginap. Saking lengkapnya, di dalam kamar kami juga ada fitur sound system yang membuat saya terjaga semalaman. Yang disajikan waktu itu bukan musik instrumental klasik karya para maestro seperti Mozart atau Beethoven yang sangat inspirasional. Bukan pula lagu-lagu hits populer yang saking catchy nya membuat para pendengar terbawa suasana dan ikut berdendang. Yang saya maksud adalah suara alamiah yang diproduksi oleh pita suara manusia. Jadi begini ceritanya, waktu itu saya dan family keroyokan dalam satu kamar yang meskipun ukuran tempat tidurnya king size terasa seperti kamar kost saya karena kelebihan muatan. Nah, kebetulan salah satu peserta family gathering ini adalah seorang baby sitter. Saya tidak tahu apakah sang suster ini kecapean atau bagaimana, tapi yang jelas waktu tidur beliau mengeluarkan suara dengkuran yang sangat mumpuni. Berhubung saya tidak membawa alat pengukur waktu itu, tidak jelas berapa desibel kekuatannya. Yang pasti menurut hemat saya bisa dikategorikan polusi suara. Tapi yang ajaib, balita yang tidur di sebelahnya sama sekali tidak terganggu dan tertidur pulas!
Tips:
Bring your earplug! Selama ini saya mungkin menganggap mereka yang membawa perlengkapan tidur seperti penutup telinga dan mata bersikap berlebihan dan overacting. Tapi pengalaman berharga ini membuka mata saya bahwa maybe they have a point. Apalagi kalau travelling ramai-ramai dengan rekan traveller yang belum begitu dikenal dan keadaan menyebabkan harus share kamar tidur. Daripada menyesal setelah terlambat mengetahui “bakat” tidur sesama rekan perjalanan, mendingan persiapkan diri. Gak punya earplug? Your earphone will do! Pilih mana? Dengerin MP3 favorit menjelang tidur atau gelegar Krakatau?
 
Malang
Saya tidak tahu tempat penginapan di Malang ini dikategorikan hotel atau hostel waktu itu. Tapi setelah kilas balik sekarang, mungkin tidak termasuk dua-duanya. Kesan pertama ketika sampai di tempat penginapan ini sudah ‘enggak banget’. Dari pengamatan saya sih, kelihatannya tempat ini dulunya adalah bekas rumah sakit dari jaman Belanda. Bercat putih kusam dengan langit-langit tinggi dan bangsal-bangsal luas, belum masuk saja saya sudah merinding. Kenapa bisa menginap di tempat seperti ini? Well...waktu itu saya dan teman-teman ikut tour murah ke Bali yang singgah menginap semalam di Malang. Jadi kalau kamu pernah dengar tagline “murah meriah”, let me tell you now...that’s a bunch of bullsh*t! (excuse my French).

Tapi murah juga ada sisi positifnya. Karena murah, satu kamar di share ramai-ramai oleh beberapa orang. Gak kebayang deh kalau harus tidur sendiri di tempat seperti ini. Mungkin kamu yang merasa macho man akan geli dan mencemooh. Tapi asal tahu saja, teman-teman saya yang selama ini merasa cowok paling jantan di dunia pun sampai berebut tempat tidur. Tidak ada yang mau tidur terlalu dekat dengan pintu kamar. Mungkin takut tengah malam ada yang ngetuk pintu atau malah langsung masuk tanpa permisi J Sajian pelengkap di kamar kami adalah WC nya yang unik. Memang tidak terlalu kotor, dan airnya masih layak mandi. Tapi yang spesial...pintu WC ini bagian atasnya menggunakan kaca, dan saya tidak tahu apakah disengaja atau tidak, bagian kaca ini tidak utuh lagi alias pecah. Dengan kata lain, orang di dalam WC bisa dengan leluasa melihat keluar dan begitu juga sebaliknya. What a world class design!

Tapi paling tidak kamar kami letaknya di bagian depan tempat penginapan. Ada kelompok cewek yang kebagian kamar di area belakang. And you know what, bahkan sebelum jam dinding menunjukkan jam 12 malam saja sudah ada kejadian kerasukan!
Tips:
NEVER EVER GO FOR A CHEAP TOUR! Mendingan kamu lama sedikit menabung dan ikut tour yang lebih bonafit. Atau lebih ok lagi, jadi independent traveller dan jalan-jalan sendiri. Sekarang sudah jamannnya TripAdvisor, riset dulu sebelum memutuskan untuk booking hotel tertentu. Memang hotel/hostel hanya untuk numpang tidur, tapi kalau sekedar istirahatpun tidak bisa dilakukan karena salah milih tempat dan kamu mengalami hal seperti yang saya ceritakan di atas, well...good luck deh! J

Bali
Saya pernah mengunjungi Bali dua kali dengan “hostel experience” yang meskipun berbeda tapi sangat bersaing dari segi kesan dan pengalaman yang didapat. Yang pertama, merupakan sequel atau kelanjutan dari kisah ‘One Night of Horror in Malang’. Tour de Bali kami akhirnya sampai juga di tujuan. Tempat penginapan kami di sini yang super budget diberi label “losmen”. Kamar kami berisi dua buah king size bed yang terbuat dari kayu dengan matras dari kapuk. Menurut rencana (yang sebenarnya sama pastinya dengan matahari terbit di sebelah timur) saya dan tiga orang teman akan menjadi penghuni kamar ini. Jadi kami berempat akan memperoleh kesempatan berharga untuk mengakrabkan diri di kamar yang meskipun tidak terlalu kecil, sumpek dan panas karena design ventilasi yang kurang bersahabat. Fakta bahwa hanya ada satu buah kipas angin kecil untuk mendinginkan suasana sama sekali tidak menolong. Pokoknya bakal jadi malam yang basah...dengan keringat (buat yang mikir hal lain, get your head out of the gutter!)

Tapi itu belum puncaknya. Highlight dari “losmen experience” ini adalah ketika kami melakukan tour singkat ke WC. Sama seperti yang di Malang, WC kamar kami tidak terlalu kotor dan cukup layak. Dan sama juga seperti yang di Malang, ada bagian WC yang terbuat dari kaca. Bukan...kali ini bukan di bagian pintu, tapi di bagian dinding sebelah luar. Dan bukan sulap bukan sihir, bagian kaca ini juga pecah!!! Kalau kamu kesulitan membayangkan, simple nya begini. Losmen ini terdiri dari deretan kamar satu lantai yang di depannya merupakan jalan setapak yang menjadi akses utama losmen. WC nya terletak di sebelah kanan kamar, dengan dinding luar WC menghadap ke jalan setapak.

Kesimpulan: setiap kali kami mandi atau melakukan aktifitas manusiawi lainnya, dengan sedikit usaha, penghuni losmen lain yang kebetulan lewat di depan kamar kami bisa melihatnya secara LIVE! Unrated and uncensored! Ok, saya gak mau sombong dan bilang kalau yang nekat ngintip akan terhibur, tapi tetap saja fakta ini merugikan! Tapi mungkin karena dari awal keberangkatan tour sudah disajikan dengan hal-hal yang konsisten mengecewakan, gak ada dari kami yang mau complain ke pengurus tour. Toh resiko terburuknya bukan ditanggung kami sebagai pihak yang mempertontonkan, tapi potensi trauma seumur hidup bagi yang melihat...

Pengalaman hotel kedua di Bali. Kali ini saya berlibur bersama keluarga. Kesan pertama saya, not bad. Dengan harga yang relatif murah, hotel yang bergaya vila ini bahkan punya kolam renang kecil. Seluruh kamar terisi penuh, dan kami kebagian kamar di lantai dua yang tidak ber-AC. Setelah malam pertama yang terasa seperti di sauna, untuk malam berikutnya kami memutuskan untuk coba pindah ke kamar yang ber-AC. Ternyata kebetulan ada penghuni yang check out dari sebuah kamar yang cukup besar di lantai dasar, lengkap dengan ruang tamu dan dapur. Kamipun bergegas pindah ke kamar baru ini, yang disambut dengan pintu kamar yang agak macet kuncinya. Ok, no big deal. Setelah lelah jalan-jalan di hari kedua kami di Bali, rasanya tidak ada yang lebih nikmat daripada istirahat di kamar luas ber-AC. Kesan pertama ketika memasuki kamar ini biasa saja. Tapi gak tahu dari mana asalnya, mendadak sayup-sayup terdengar suara binatang yang membuat bulu kuduk berdiri. Kami mencoba mencari tahu lokasi sumber suara tapi tidak sukses. Dan tidak tahu kenapa, semakin lama kami berada di kamar itu, aura yang dirasakan semakin tidak enak. Akhirnya kami mengikuti intuisi dan memutuskan untuk batal menginap di kamar ini, tapi pindah kembali ke “kamar sauna” di lantai dua. Mendingan keluar keringat panas daripada keringat dingin!!
Tips:
Sekali lagi, kalau jalan-jalan ikut tour, pilihlah tour yang bagus dan sedapat mungkin cari tahu tentang hotel yang dipakai untuk menginap. Kalau jalan-jalan sendiri, baca review orang-orang yang sudah pernah menginap di hotel tersebut di internet untuk mendapatkan sedikit gambaran. Do your homework, or you’ll regret it later!

Gold Coast - Australia
Sekarang mari kita sedikit melalang buana ke manca negara. Waktu itu saya jalan-jalan sendiri di Australia. Untuk menghemat biaya perjalanan, saya memutuskan untuk menginap di sebuah hostel backpacker. Supaya liburan saya tidak terlalu terkesan seperti sedang di kamp pengungsian, saya memilih kamar yang dihuni empat orang, bukan berdelapan apalagi enambelas. Di dalam kamar yang saya tempati hanya ada sebuah meja yang sudah terlanjur dikuasai penghuni yang sudah menginap lebih dulu. Gak masalah, di luar kamar masih terdapat banyak meja kursi untuk bersantai dan mengakses Wifi dengan laptop. Tempat tidurnya berupa dua buah bunk bed di sudut kanan dan kiri ruangan. Saya kebagian tempat tidur bawah yang di sebelah kanan dekat pintu, tempat tidur lainnya sudah terisi semua. Gak masalah juga, asalkan penghuni tempat tidur di atas saya tidak terlalu ribut naik turun waktu jam tidur nanti. Masing-masing penghuni kamar diberi satu buah locker untuk menyimpan barang bawaan. Masalahnya, locker ini hanya bisa dikunci dengan gembok yang harus dibawa sendiri. Berhubung dompet, laptop dan barang penting lainnya selalu saya bawa setiap keluar jalan, no problemo juga. Jadi so far so good. Meskipun harus diakui, ide sharing kamar dengan orang-orang yang sama sekali asing sebenarnya agak sedikit mengganggu untuk tipe introvert seperti saya. But whatever lah, namanya juga lagi travelling, this is part of the adventure and fun.



Kamar mandi di hostel ini berupa kamar mandi umum yang untungnya berjumlah cukup banyak sehingga bisa meminimalisir waktu ngantri. Sisi plus lainnya, kamar mandinya dirancang sehingga kakus dan shower merupakan ruang terpisah. Jadi kalau kita sedang menghayati nikmatnya hot shower sehabis travelling seharian, tidak beresiko terganggu aroma terapi gak sedap dari WC sebelah. Apalagi WC di sini juga jenis yang setiap ruangnya disekat oleh dinding tapi bagian atasnya terbuka, yang memberikan peluang bau-bau khas WC untuk “travelling”.  Satu-satunya masalah yang saya temui di sini adalah soal perlengkapan mandi. Bukan...bukan soal timba yang harus dibawa dari Indonesia, kan pakai shower. Tapi soal sabun mandi, shampoo dll dkk harus dibawa sendiri.

Jadi ceritanya begini, di malam pertama menginap di hostel ini, mungkin karena saking terlena oleh nikmatnya hot shower, waktu keluar WC saya lupa membawa sabun mandi cair yang saya beli khusus untuk trip kali ini. Parahnya, hal ini baru saya sadari keesokan harinya waktu mau mandi pagi. Saya langsung bergegas ke ruang shower tempat saya mandi malam sebelumnya, tapi sabun cair tercinta sudah hilang tak berbekas. Sempat kesal juga dengan sifat maling yang kelihatannya tersebar merata di seluruh muka bumi, tapi akhirnya saya cuma bisa pasrah dan membeli sabun cair baru. Meskipun harus dengan sangat berat hati mengeluarkan beberapa dollar ekstra, tapi rasanya lebih masuk akal dibanding bertanya satu-satu ke semua penghuni hostel, apakah ada yang mengambil sabun cair saya. Bukan hanya masalah gengsi atau malu, tapi resiko dikeroyok kalau ada yang tersinggung.

Tapi waktu singgah ke WC sebelum check out di hari berikutnya, saya melihat ada tempelan kertas di salah satu pintu kamar mandi. Ternyata isinya adalah request dari salah seorang penghuni yang kehilangan shampoo nya kepada siapapun yang menemukan untuk mengembalikannya kepada sang pemilik. Dua hal langsung melintas di pikiran saya: 1) Why didn’t I think of that?? Meskipun gak tahu cara ini bakal efektif atau tidak, minimal ada usaha. 2) Kayaknya kemalingan seperti ini sudah resiko tinggal di hostel yang penghuninya notabene kere semua...
Tips:
Kalau kamu berencana untuk tinggal di backpacker hostel dan barang bawaan kamu cukup banyak, untuk mengurangi resiko kehilangan barang sebaiknya kamu bawa gembok kecil untuk mengunci locker. Kenapa gembok kecil? Kenapa gak bawa yang segede bagong sekalian? Karena gak akan muat dipasang di lockernya! Jadi meskipun kamu bawa jenis gembok yang anti nuklir, gak akan ada manfaatnya. Kedua, be extra careful! Ingat, semua penghuni hostel adalah kaum yang ingin berhemat yang mungkin punya semboyan “Kalau bisa nyolong kenapa harus beli?” Jadi sebelum keluar dari kamar mandi, kamar tidur, sehabis makan di ruang makan dsb, pastikan tidak ada barang kamu yang tertinggal. Karena kalau sampai ketinggalan, you’ll need a lot of luck or some magic even...to get it back.

Beijing – China
Waktu itu saya membawa mama jalan-jalan ke China ikut tour. Hotel yang kami tinggali adalah kelas bintang empat yang sebenarnya cukup bagus. Tapi bagus memang tidak berarti tidak bermasalah. Ketika rombongan kami tiba di tempat, waktu memang sudah cukup malam. Tidak tahu kenapa saat itu tidak ada porter yang bisa membantu mengangkat koper peserta tour. Masalahnya, untuk mencapai pintu masuk ke lobby hotel, tidak ada jalur untuk menarik koper. Yang ada hanya anak tangga yang cukup tinggi! Belum lagi fakta bahwa mayoritas peserta tour adalah kaum lansia! Saya membantu sedapat mungkin (sumpah!), but in case I haven’t told you, I’m not Superman. Not even close. Jadi yah, terpaksa Bapak-bapak dan Ibu-ibu rombongan kami ikut sesi “nge-gym bareng” dan bersusah payah mengangkat koper masing-masing menaiki anak tangga ditemani angin musim semi Beijing yang dingin.

Tapi paling tidak waktu sudah di kamar saya dapat sedikit penghiburan. Di dinding WC ada tulisan bilingual dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Versi Bahasa Inggrisnya bertuliskan: “Carefully Slipping”. Maksudnya sih mau mengingatkan pemakai WC supaya berhati-hati jangan sampai terpeleset karena lantai yang licin. Tapi kalau diartikan secara harafiah, dua kata itu berarti “Secara perlahan-lahan terpeleset.” A classic case of lost in translation...



Hangzhou - China
Masih kelanjutan dari tour ke China. Berbeda dengan di Beijing, kali ini tidak ada acara angkat-angkat koper. Akses ke lobby hotel sangat mudah. Begitu turun dari bis, tinggal mengambil koper dari bagasi dan menariknya masuk ke pintu hotel yang posisinya rata dengan tanah. Tidak ada anak tangga yang gak perlu dan gak penting. Tapi mungkin menurut pihak tour operator, tanpa konflik...tour tidak akan terlalu berkesan. Jadi meskipun tidak ada kendala berarti memasuki lobby hotel, memasukki kamar agak sedikit berbeda. Waktu itu tour guide kami tidak ikut ke hotel, dan untuk proses check-in hotel didelegasikan ke supir bis. Waktu sang supir melakukan check-in ke resepsionis, ternyata katanya rombongan kami tidak terdaftar di booking list hotel! Sempat terjadi argumentasi antara supir dengan pihak hotel, yang dimeriahkan dengan debat kusir antara sesama karyawan hotel. Mungkin ada kesalahan koordinasi di pihak internal hotel. Mr. Supir kemudian menelpon tour guide kami dan setelah menunggu beberapa lama, akhirnya jadi juga kami menginap di hotel ini. Happy ending? Not quite yet. Waktu masuk ke kamar, saya dapat kejutan berikutnya yang tidak kalah meriah. Pintu kamar kami tidak bisa dikunci!! Meskipun sudah lelah, kami masih harus menunggu petugas hotel memperbaiki pintu kamar dan tidak bisa langsung istirahat. Untungnya respon pihak hotel cukup cepat dan proses perbaikan juga tidak terlalu lama. Finally...bisa mandi dan tidur.

But you know what? Bahkan itupun belum akhir cerita! Masih ada kejadian menarik keesokan harinya. Makan pagi disediakan di gedung yang berbeda. Cukup dekat sih, cuma lima menit jalan kaki. Tapi berhubung malam sebelumnya hujan deras, jalan yang harus kami lewati tergenang air dan becek. Ketidaknyamanan ini dilengkapi dengan situasi dan kondisi ruang makan yang sepertinya merupakan dapur yang secara darurat dan seadanya dimodifikasi menjadi ruang makan. Jadi dapur dan ruang makan merupakan satu kesatuan. Penuh sesak dengan meja dan pengunjung, breakfast di sini mengingatkan saya dengan masa-masa indah naik bis Patas AC di Jakarta yang identik dengan keyword “Geser...geser...” Tapi menu pagi itu yang hanya berupa bubur polos plus cakwe, dengan susu kacang yang flavourless...saya juga tidak berniat lama-lama di sana...   
Tips:

Kembali lagi, kalau kamu jalan-jalan ikut tour, sebaiknya riset dan cari tahu info sebanyak mungkin tentang travel agent atau tour operator nya. Ikut tour operator yang sudah punya reputasi bagus, sehingga hotel-hotel yang dipilih juga yang tidak bermasalah dan mengecewakan. Satu lagi, kalau kamu travelling ke China, jangan kaget kalau resepsionis tidak bisa berbahasa Inggris. Meskipun di hotel berbintang empat dan di ibu kota seperti Beijing. Jadi kalau bisa belajar basic Mandarin sebelum berangkat atau bawa buku percapakan singkat. Kalau tidak, siap-siap saja keluar jurus pantomim atau “Win, Lose or Draw”...

- SW -

No comments:

Post a Comment