Setelah sekian lama menjadi wacana,
akhirnya jadi juga saya travelling ke China. Berhubung saya
berangkat bersama orang tua, opsi yang dipilih adalah mengikuti tour lokal yang
ada di kota saya. Yang menjadi pertimbangan adalah soal kenyamanan dan
kemudahan. Meskipun konsekuensinya masalah biaya yang dikeluarkan harus sesuai
dengan yang di-charge oleh tour operator,
yang umumnya lebih besar jika dibandingkan dengan independent travelling tanpa jasa tour dari travel agent. Setelah
sedikit browsing paket-paket tour
yang ditawarkan beberapa travel agent lokal, akhirnya diputuskan untuk ikut
paket tour 12 hari China Exciting. Paket ini dipilih karena kota Guilin
termasuk ke dalam salah satu kota tujuan. Kota ini keindahan pemandangannya
sudah mendunia. Selebihnya, kota-kota lain yang dikunjungi relatif sama di
antara paket-paket tour yang ada. Kemudian saya tinggal menyerahkan travel documents berupa passport, KTP,
KK dan pas foto dengan latar putih ukuran 4x6 dua lembar untuk permohonan Visa.
Setelah tiket pesawat di-issue,
dilakukan pembayaran DP sebesar kurang lebih 50% dari total biaya paket tour. And last but not least, singkat cerita, pelunasan
pembayaran dilakukan setelah permohonan Visa kunjungan telah disetujui
pemerintah China. Akhirnya, Visa yang bergambar Tembok Besar China itu
tertempel rapi juga di passport saya. Excited
dong. Sekarang tinggal countdown
menghitung hari sebelum Hari-H keberangkatan. Can’t hardly wait!
Setelah menjalani masa
penantian yang sempat dihiasi dengan sedikit rasa khawatir tidak bisa berangkat
karena sakit menjelang hari keberangkatan (maklum, penyakit kronis orang
melankolis hehe), akhirnya hari yang ditunggu-tunggu sampai juga! Perjalanan
diawali dengan rute darat dari Pontianak, Kalimantan Barat ke Kuching (ibukota negara
bagian Sarawak, Malaysia) dengan bis. Mengapa lewat jalur ini? Well, kebetulan
saya tinggal di kota ini, dan rute yang dipakai pihak tour operator memang
lewat jalur ini. Seperti kata pepatah ‘Banyak Jalan ke Roma’, begitu juga
dengan ke China. Banyak jalur yang bisa ditempuh, tergantung daerah atau kota
yang ingin kita tuju. Naik pesawat direct
dari Jakarta jelas bisa, seperti yang dilakukan oleh tour-tour yang berangkat
dari Jakarta. Jam 6 pagi kami sudah berkumpul di depan kantor bis yang akan
kami pakai untuk berangkat ke Kuching. Berhubung belum semua peserta hadir,
kami masih harus menunggu beberapa saat sebelum akhirnya dipanggil Tour Leader untuk mengambil kembali passport
masing-masing, kemudian naik ke bis untuk berangkat. Jalan yang kami tempuh
adalah melalui jalan baru yang lebih pendek dan singkat.
Selama perjalanan yang ditempuh kurang
lebih 7-8 jam, kami sempat berhenti untuk beristirahat dua kali.Yang pertama
untuk sekedar ke toilet, minum teh/kopi dan makan snack ringan. Dan yang kedua
untuk istirahat makan siang. Tempat persinggahan pertama adalah warung makan berukuran
sedang, yang awalnya tidak saya ketahui ada di mana persisnya. Tapi setelah
sedikit “menjelajah”, saya temukan juga informasi nama tempat ini terpampang di
papan nama rumah makan. Ternyata lokasi ini bernama Simpang Gunung Benuah, yang jujur saja sama sekali tidak membawa
pencerahan karena baru pertama kali saya dengar :) Serasa berada
di negeri antah berantah. Rumah makan sekaligus tempat perhentian dan
peristirahatan bagi kendaraan-kendaraan yang lewat ini letaknya cukup terisolir.
Memang selain rumah makan ini masih ada deretan beberapa pintu rumah toko satu
tingkat. Kalau melihat dari jalan, sejauh mata memandang tidak kelihatan ada
lokasi sejenis, hanya pohon dan bukit. Tapi jalan aspal di sini sudah bagus dan
mulus, yang membuat saya sedikit surprise. Di sini kita bisa membeli mulai dari
snack ringan seperti roti sampai ke makanan yang lebih berat seperti mie rebus.
Dan tentu saja, menu standard seperti teh, kopi, dan berbagai minuman kemasan
lainnya.
Sedangkan tempat perhentian yang kedua merupakan rumah makan Padang yang besar. Saking besarnya, ada ruang khusus untuk tempat makan para sopir bis. Perkiraan saya sih, tempat khusus ini dibuat untuk makan gratis para supir bis yang sudah membawa penumpang bis makan ke sana. Semacam komisi lah. Di belakang rumah makan juga ada taman hias yang cukup bagus, lengkap dengan jembatan mini dan patung-patung seni berukuran cukup besar. Harga makanannya cukup mahal, apakah untuk kompensasi biaya renovasi taman? Hehe...Saya pikir harga yang mahal ini mungkin ada hubungan dengan biaya transport yang mahal untuk mengangkut bahan baku dan produk makanan minuman ke lokasi. Lebih baik berpikir positif, daripada berpikir negatif dan emosi karena merasa di-overcharged, tapi tetap mesti bayar karena sudah terlanjur makan dan minum! :) Tapi yang membuat saya cukup terkesan dengan kedua tempat persinggahan ini adalah dua-duanya memasang TV LCD untuk tontonan para tamu. Not bad untuk tempat yang letaknya jauh dari kota. Dari sini perjalanan dilanjutkan sampai ke wilayah perbatasan Entikong, di mana kami semua harus turun dari bis untuk diperiksa passport dan form imigrasi di dua tempat. Yang pertama di pintu imigrasi Indonesia, dan yang kedua di pintu imigrasi Malaysia. Masuk ke wilayah Malaysia tidak memerlukan Visa, sebagai bentuk kerja sama negara ASEAN. Dulu pernah dikenakan biaya fiskal, tapi sekarang sudah tidak lagi. Setelah melewati dua gerbang ini, kamipun naik kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke pusat kota Kuching. Dari wilayah perbatasan Tebedu ini, masih diperlukan kurang lebih satu jam untuk mencapai pusat kota Kuching.
Ketika akhirnya sampai di Kuching, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 4 sore waktu setempat. Agenda pertama setelah sampai di Kuching? Makan-makan! Berhubung restoran yang akan kami tuju baru akan buka jam 5 sore, kami sempat berputar-putar dengan bis melihat pemandangan kota Kuching. Dari banyak segi, menurut saya kota ini jauh lebih maju dari Pontianak, atau bahkan kota-kota besar di Indonesia sekalipun dari segi tertentu. Yang paling mencolok adalah soal kebersihan dan tata kota yang rapi dan asri. Boleh dibilang, Kuching merupakan Singapura mini. Jauh dari kesan carut marut yang identik dengan kota-kota di Indonesia. Setelah sightseeing singkat ini, kamipun langsung menuju ke restoran yang sudah di-booking sebelumnya. Ternyata restoran yang kami tuju adalah sebuah restoran Chinese food yang terletak di dekat pasar. Di area ini terdapat cukup banyak tempat makan. Restoran tempat kami menyantap early dinner ini tidak begitu besar. Tapi kelihatannya cukup punya reputasi karena di dalamnya ada panggung pengantin untuk acara resepsi wedding. Mungkin restoran ini cukup terkenal bagi penduduk lokal. The food? Kalau menurut saya sih, biasa saja. Masih lebih enak masakan ‘cap cai’ ala Pontianak :)
Habis santap malam, kami langsung menuju bandara. Meskipun pesawat yang akan kami naiki ke Kuala Lumpur baru akan terbang jam 8 malam, kami sudah standby di bandara beberapa jam sebelumnya. Saya sudah mempersiapkan diri untuk waktu tunggu seperti ini dengan membawa beberapa buku, dan juga netbook. Maklum, nasib traveller yang gak punya iPad hehe. Peserta tour diberikan kesempatan untuk acara bebas di dalam area bandara oleh tour leader, dengan catatan sudah harus kumpul kembali di jam dan tempat yang sudah disepakati. Kondisi bandara Kuching masih kurang lebih sama dengan beberapa tahun lalu terakhir saya kunjungi. Dua kali terakhir saya singgah di bandara Kuching yaitu tahun 2005 dan 2009. Kali pertama, kondisi bandara masih tidak jauh beda dengan bandara Supadio di Pontianak dengan design arsitektur tipikal gedung-gedung lama di Indonesia. Tapi kali kedua, bandara yang sudah direnovasi sudah beda jauh kondisinya. Design bandara yang baru jauh lebih bagus dan modern, cukup membuat saya kagum waktu itu. Kali ini yang ketiga pun, meskipun tidak se-surprise dulu, tetap cukup berkesan. Perubahan mencolok yang saya lihat adalah, kehadiran maskapai lokal AirAsia benar-benar dominan. Salah satu pintu masuk ke bandara ini dipasangi iklan AirAsia dengan nuansa merahnya, yang menginformasikan maskapai ini terpilih sebagai budget airline (maskapai murah) terbaik di dunia tiga tahun berturut-turut, 2009-2011. Belakangan perusahaan ini juga ekspansi ke bidang budget hotel dengan brand Tune Hotel. Tune Hotel ini merupakan sponsor resmi seragam para wasit di Premiere League Inggris di musim 2011-2012. Para penggemar bola fanatik juga pasti tahu kalau Boss AirAsia, Mr. Tony Fernandez adalah owner klub sepakbola Inggris, Queens Park Rangers (QPR).
Sempat tergoda untuk ngopi di
Starbucks sambil surfing internet, saya akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan
di area luar pintu bandara untuk melihat sunset. Benar-benar keputusan yang
tepat karena sunset sore itu sangat indah. Sambil foto-foto, saya benar-benar
menikmati pemandangan dan suasana sekitar. Viewing
point saya terletak di area yang kira-kira setinggi lantai tiga, perfect untuk menikmati sunset. Di
bawah, area parkir mobil bandara tersusun dengan rapi dan saya melihat beberapa
fotografer juga asik mengabadikan sunset sore itu. Saking asiknya menikmati
suasana, tanpa terasa waktu sudah menjelang malam. Saya pun masuk kembali ke
ruang duduk di bandara untuk langsung meng-backup
foto-foto ‘berharga’ yang barusan saya ambil ke dalam netbook.
Tak lama kemudian
kami sudah diminta untuk berkumpul kembali untuk menerima boarding pass dari tour leader. Fasilitas self check-in yang ada di bandara memang sangat memudahkan. Jadi check-in bisa dilakukan oleh tour leader
saja dengan mengumpulkan passport peserta tour. Berikutnya, tinggal menuju ke counter AirAsia untuk check-in bagasi. Setelah semua bagasi
beres, kami menuju waiting room, yang
sebenarnya hanya berupa satu lorong panjang yang diberi tempat duduk di tepi.
Jadi bukan satu ruang tunggu khusus yang terpisah-pisah. Belum begitu lama
menunggu, kami langsung dapat kabar baik, pesawat yang akan kami naiki delay! Meskipun hanya delay sekitar setengah jam, akan
menyebabkan jam tiba di Kuala Lumpur semakin larut. Waktu terbang antara
Kuching dan Kuala Lumpur sekitar dua jam. Daripada kesal dengan keadaan yang
tidak bisa diubah, saya memutuskan untuk menunggu sambil baca saja. Ketika
akhirnya masuk ke pesawat, sudah jam 9 lewat, yang artinya akan tiba di Kuala
Lumpur kurang lebih jam 11 malam!
Di dalam pesawat, percobaan untuk tidur
kurang berhasil. Jadi ketika pilot mengumumkan bahwa tidak lama lagi pesawat
akan landing di bandara KLIA Kuala Lumpur, saya benar-benar bernafas lega. Begitu
tiba di bandara, kami masih harus menunggu bagasi dan setelah itu naik bis
untuk check-in ke hotel untuk
bermalam. Sebenarnya istilah bermalam kurang tepat, karena waktu sampai di
hotel, sudah lewat tengah malam alias sudah ganti hari! Masih harus menunggu
beberapa saat untuk pembagian kunci kamar, akhirnya kami resmi memasuki kamar
untuk tidur kurang lebih jam 1 subuh. Besok pagi, morning call jam 4:30 karena
pesawat yang akan kami naiki menuju kota Tianjin di China terbang jam 08:00. Batas
check-in untuk penerbangan
internasional adalah dua jam sebelumnya, yang artinya kami sudah harus tiba di
bandara sebelum jam 06:00. Jadi malam ini, ehm..maksud saya pagi ini kami hanya
punya waktu untuk beristirahat kurang lebih 3 jam. Jadi begitu mendapat kunci kamar, saya
langsung ‘terbang’ ke dalam kamar, cuci muka, gosok gigi dan mencoba untuk
tidur secepatnya! (yeah right, maunya
sih). Gak lucu kalau sampai di Tianjin dalam keadaan setengah sadar,
berhalusinasi dan tidak bisa menikmati tour. Lupakan soal mandi! Mandi besok
pagi saja, ehm...nanti saja setelah jeritan morning call dari receptionist beberapa
jam lagi.
And
that, ladies and gentlemen, adalah akhir skenario hari
pertama!
- SW -
No comments:
Post a Comment