Memasuki
hari ke 10. Hari ini jadwalnya sangat menarik, bahkan bagi saya pribadi
merupakan highlight atau puncak tour
di Guilin. Kami akan naik kapal mengelilingi Sungai Li (Li Jiang) yang
pemandangannya sangat indah dengan rentetan gunung-gunungnya yang unik dan eksotis.
Makan pagi dilakukan di gedung sebelah hotel. Tapi untungnya cerita horror di
Hangzhou tidak berulang di sini. Interior tempat makan pagi ini cukup mewah
malah, yang sayangnya tidak diimbangi dengan menu yang mewah :)
Makanannya sendiri cukup enak, nasi goreng dan mie goreng nya ok lah, tapi
variasi menu sangat terbatas. Setelah makan pagi kami langsung berangkat untuk
naik kapal.
Pagi itu, meskipun belum ramai sekali di jalan, motor listrik yang
lalu lalang di depan hotel sudah cukup banyak. Dan para pengendara motor ini
tidak satupun yang menggunakan helm. Tidak tahu apakah memang tidak diwajibkan,
atau karena semua pengemudi kendaraan di Guilin disipilin dan taat aturan
sehingga memakai helm tidak dianggap perlu. Yang istimewa di sini adalah
motor-motor yang lalu lalang ini adalah motor listrik. Fenomena motor listrik
ini tentu saja menarik, berhubung di Indonesia Menteri BUMN Dahlan Iskan sedang
gencar-gencarnya mengkampanyekan proyek mobil nasional ‘Putra Petir’ yang
berbasis listrik. Mungkin sekali lagi kita bisa belajar dari China soal ini.
(Info terakhir, produk kendaraan listrik kita nanti hasil penyempurnaan
teknologi dari China ini)
Tak lama kemudian, sampai juga kami di area tepi sungai untuk naik kapal. Kapal yang kami naiki cukup besar, perkiraan kasar saya, kapal ini bisa memuat kurang lebih 100 penumpang. Tempat duduk di dalam kapal seperti tempat duduk di kereta api kelas menengah atas, dengan meja diantara kursi yang saling berhadapan. Formasi kursi dalam satu baris adalah dua-tiga-dua, yang dipisahkan oleh dua gang untuk ruang jalan. Di dalam kapal juga ada sound system dan microphone yang dipakai untuk memberikan info yang berhubungan dengan perjalanan ini kepada para penumpang. Selain itu, di ujung ruangan juga ada tempat penjualan minuman.
Begitu kapal mulai berlayar, saya tidak mau berlama-lama duduk di bawah dan sekedar melihat pemandangan dari jendela tempat duduk. Di atas kapal memang sudah disediakan tempat untuk menikmati pemandangan di sepanjang sungai. Setelah melihat langsung, saya memang bisa bilang bahwa cruise di Sungai Li ini benar-benar merupakan ‘pusaka’ nya Guilin. Rasanya tidak banyak tempat di dunia yang punya keunikan pemandangan seperti di sini. Yang mungkin agak mirip adalah Milford Sound di New Zealand.
Yang lebih unik lagi, di sini bahkan ada kisah mistis yang melibatkan mantan Presiden Amerika, Bill Clinton. Di salah satu bagian sungai, ada sebuah gunung yang menurut kepercayaan penduduk lokal, pada lerengnya terdapat gambar 9 ekor kuda. Siapa yang bisa melihat image 9 ekor kuda ini akan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya, dan sebaliknya mereka yang tidak berhasil akan mengalami kegagalan. Nah, Presiden Clinton waktu itu tidak berhasil melihat 9 kuda ini dan tidak lama kemudian karir politiknya pun menurun. Percaya tidak percaya hehe.
Penumpang di atas kapal ini hanya terpaksa turun waktu diumumkan saatnya makan siang. Sayangnya makan siang di atas kapal ini jadinya kurang begitu berkesan karena menunya yang ‘minimalis’, ditambah pelayanan para crew nya yang cenderung kasar. Tidak ada basa-basi, begitu dapat instruksi bahwa waktu makan siang sudah selesai, mereka langsung membereskan meja meskipun masih ada sisa makanan dan minuman. Dengan menu seperti ini, saya memang juga tidak berlama-lama makan siang, langsung naik kembali ke atas untuk menikmati pemandangan. Ternyata pemandangan indah tidak di sepanjang sungai, ada juga bagian dimana tidak ada pemandangan bagus yang bisa dilihat. Di saat inilah penumpang yang nongkrong di atas ini disarankan untuk turun di bawah saja. Tapi tetap saja ada yang memilih untuk bersantai di atas menikmati udara terbuka. Saya memutuskan untuk turun dan beristirahat di bawah saja, berhubung perjalanan masih cukup panjang. Saya baru naik kembali waktu diumumkan bahwa sebentar lagi kapal akan melewati bagian sungai yang pemandangannya dijadikan gambar latar untuk lembaran uang kertas 20 Yuan.
Penumpang beramai-ramai
naik ke atas untuk melihat secara langsung pemandangan menarik ini. Dan
ternyata pemandangannya memang indah dan layak dijadikan latar di salah satu
lembar mata uang China. Ada penumpang yang cukup kreatif dengan berfoto dengan
latar pemandangan ini sambil memegang uang kertas 20 Yuan ini. Saya kebetulan
mempunyai lembaran 20 Yuan dan berusaha untuk membandingkannya antara gambar
dengan aslinya. Hasilnya, gambar yang terdapat pada lembaran uang memang cukup
mendekati aslinya. Tapi menurut saya sih, lukisan itu seni, yang tentu saja
berbeda dengan foto. Lukisan suatu objek asli menurut saya tidak harus sama
persis 100% dengan objeknya, karena boleh saja diberikan sentuhan seni dan
kreatifitas oleh pelukisnya.
Tidak terlalu lama
setelah melewati pemandangan ini, selesai juga perjalanan di Sungai Li. Kapal
merapat di Yangshuo, kota turis
kecil yang biasa menjadi tempat shopping. Setelah turun dari kapal kami masih
harus berjalan kaki menyusuri lorong yang cukup panjang. Sepanjang sisi kanan
jalan ini dipenuhi penjual kaki lima, tapi berhubung kata tour leader kami baru
akan shopping di pusat kota Yangshuo,
ibu-ibu peserta tour hanya bisa window
shopping saja sambil jalan. Di ujung jalan ini kami sudah ditunggu oleh
mobil listrik yang akan membawa kami ke pusat kota karena menurut tour guide
bis tidak diperbolehkan berhenti di sini. Kami sempat toilet break sebentar, dan kebetulan saya melihat tebu yang kulitnya
berwarna hitam. Karena penasaran saya putuskan untuk mencobanya, apalagi saya
memang penggemar berat air tebu. Rasanya enak dan manis, tidak jauh beda sih
sama air tebu di Indonesia. setelah semua peserta lengkap kamipun langsung naik
ke mobil ke pusat kota. Kota Yangshuo ini cukup padat dan ramai, khas kota
turis. Pastinya akan cukup menarik jalan-jalan di sini.
Tapi layaknya cerita di dalam novel atau film yang akan hambar kalau tanpa konflik, petualangan kami di Yangshuo ini juga diwarnai konflik! Ternyata supir menurunkan kami di depan lobby sebuah gedung, dan bis kami sudah menunggu di sana. Kemudian, bukannya membawa kami untuk jalan-jalan dan shopping di kota Yangshuo, tour guide malah bilang kalau bis ini akan langsung membawa kami pulang kembali ke Guilin! What the heck??? Hanya sekilas info??? Kontan saja para peserta tour protes semua. Tapi apa mau dikata, kunci bis dipegang sopir. Antara tour leader dengan tour guide sempat terjadi perdebatan sengit, dan hasilnya: kami tetap pulang ke Guilin!!!
Perjalanan kembali ke Guilin pun jadinya tidak menyenangkan. Saya sih tidak terlalu menyayangkan acara shopping yang batal, tapi kehilangan peluang untuk menikmati suasana kota Yangshuo. Agak tragis memang, setelah melihat kulitnya, tidak berkesempatan merasakan isinya. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan, so seperti kata orang bijak: forget it and drive on!
Setiba di Guilin kami dibawa ke sebuah tempat penjualan segala macam barang yang terbuat dari material yang digunakan untuk membuat peluru dan peralatan perang lainnya. Tempat ini dikelola dan dijalankan oleh staff dari pihak militer sendiri. Jarak tempuh yang cukup jauh antara Yangshuo – Guilin ada sisi positifnya juga, rasa kesal peserta tour sedikit banyak sudah berkurang. Apalagi setelah demo yang cukup menarik untuk produk pisau dan berbagai alat dapur, yang kekuatan dan ketajamannya luar biasa. Karena untuk barang tertentu seperti pengupas kulit kentang, wortel dan lain-lain harganya tidak terlalu mahal, ada beberapa peserta tour yang memborong cukup banyak. Sebenarnya cukup banyak objek menarik untuk difoto di sini, tapi berhubung tidak diijinkan, terpaksa gigit jari. Ada rudal, pisau belati yang dipakai di film Rambo nya Sylvester Stallone, seragam militer yang cool, dan masih banyak lagi. Tempat seperti ini sekali lagi membuktikan kreatifitas pemerintah China dalam memanfaatkan aset yang dimiliki. Menurut cerita tour guide, dulu waktu jaman perang, gua-gua di Guilin dijadikan lokasi pembuatan senjata dan amunisi oleh pemerintah. Setelah era perang, kekayaan material untuk membuat senjata dan amunisi yang ada di Guilin ini dijadikan industri untuk membuat segala macam perkakas dan peralatan. Thumbs up!
Selesai dari sini, kami dibawa ke tempat tujuan terakhir, Bukit Belalai Gajah. Lebih tepatnya sih kalau dibilang ke tempat untuk melihat bukit ini (viewing point). Karena sebenarnya kami hanya melihat bukit ini dari jauh, di area seberang bukit ini yang dipisahkan oleh sungai. Sekilas memang terlihat seperti gajah yang sedang minum dengan belalainya. Tapi kalau mau jujur sih, tempat ini tidak terlalu istimewa, hanya viewing point yang pemandangannya lima menit kemudian sudah akan membuat Anda bosan. Next, dinner. Kami dibawa kembali ke restoran yang sama seperti kemarin. Dan setelah makan, juga dilanjutkan dengan belanja di street market yang ada di depan restoran. Pokoknya de ja vu banget deh.
Breakfast in Guilin |
Tak lama kemudian, sampai juga kami di area tepi sungai untuk naik kapal. Kapal yang kami naiki cukup besar, perkiraan kasar saya, kapal ini bisa memuat kurang lebih 100 penumpang. Tempat duduk di dalam kapal seperti tempat duduk di kereta api kelas menengah atas, dengan meja diantara kursi yang saling berhadapan. Formasi kursi dalam satu baris adalah dua-tiga-dua, yang dipisahkan oleh dua gang untuk ruang jalan. Di dalam kapal juga ada sound system dan microphone yang dipakai untuk memberikan info yang berhubungan dengan perjalanan ini kepada para penumpang. Selain itu, di ujung ruangan juga ada tempat penjualan minuman.
Pemandangan di dalam kapal |
Begitu kapal mulai berlayar, saya tidak mau berlama-lama duduk di bawah dan sekedar melihat pemandangan dari jendela tempat duduk. Di atas kapal memang sudah disediakan tempat untuk menikmati pemandangan di sepanjang sungai. Setelah melihat langsung, saya memang bisa bilang bahwa cruise di Sungai Li ini benar-benar merupakan ‘pusaka’ nya Guilin. Rasanya tidak banyak tempat di dunia yang punya keunikan pemandangan seperti di sini. Yang mungkin agak mirip adalah Milford Sound di New Zealand.
Yang lebih unik lagi, di sini bahkan ada kisah mistis yang melibatkan mantan Presiden Amerika, Bill Clinton. Di salah satu bagian sungai, ada sebuah gunung yang menurut kepercayaan penduduk lokal, pada lerengnya terdapat gambar 9 ekor kuda. Siapa yang bisa melihat image 9 ekor kuda ini akan memperoleh kesuksesan dalam hidupnya, dan sebaliknya mereka yang tidak berhasil akan mengalami kegagalan. Nah, Presiden Clinton waktu itu tidak berhasil melihat 9 kuda ini dan tidak lama kemudian karir politiknya pun menurun. Percaya tidak percaya hehe.
Gunung '9 Kuda' |
Penumpang di atas kapal ini hanya terpaksa turun waktu diumumkan saatnya makan siang. Sayangnya makan siang di atas kapal ini jadinya kurang begitu berkesan karena menunya yang ‘minimalis’, ditambah pelayanan para crew nya yang cenderung kasar. Tidak ada basa-basi, begitu dapat instruksi bahwa waktu makan siang sudah selesai, mereka langsung membereskan meja meskipun masih ada sisa makanan dan minuman. Dengan menu seperti ini, saya memang juga tidak berlama-lama makan siang, langsung naik kembali ke atas untuk menikmati pemandangan. Ternyata pemandangan indah tidak di sepanjang sungai, ada juga bagian dimana tidak ada pemandangan bagus yang bisa dilihat. Di saat inilah penumpang yang nongkrong di atas ini disarankan untuk turun di bawah saja. Tapi tetap saja ada yang memilih untuk bersantai di atas menikmati udara terbuka. Saya memutuskan untuk turun dan beristirahat di bawah saja, berhubung perjalanan masih cukup panjang. Saya baru naik kembali waktu diumumkan bahwa sebentar lagi kapal akan melewati bagian sungai yang pemandangannya dijadikan gambar latar untuk lembaran uang kertas 20 Yuan.
Pemandangan Sungai Li |
Pemandangan yang menjadi gambar di uang kertas 20 Yuan |
Tebu hitam |
Yangshuo |
Tapi layaknya cerita di dalam novel atau film yang akan hambar kalau tanpa konflik, petualangan kami di Yangshuo ini juga diwarnai konflik! Ternyata supir menurunkan kami di depan lobby sebuah gedung, dan bis kami sudah menunggu di sana. Kemudian, bukannya membawa kami untuk jalan-jalan dan shopping di kota Yangshuo, tour guide malah bilang kalau bis ini akan langsung membawa kami pulang kembali ke Guilin! What the heck??? Hanya sekilas info??? Kontan saja para peserta tour protes semua. Tapi apa mau dikata, kunci bis dipegang sopir. Antara tour leader dengan tour guide sempat terjadi perdebatan sengit, dan hasilnya: kami tetap pulang ke Guilin!!!
Perjalanan kembali ke Guilin pun jadinya tidak menyenangkan. Saya sih tidak terlalu menyayangkan acara shopping yang batal, tapi kehilangan peluang untuk menikmati suasana kota Yangshuo. Agak tragis memang, setelah melihat kulitnya, tidak berkesempatan merasakan isinya. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan, so seperti kata orang bijak: forget it and drive on!
Setiba di Guilin kami dibawa ke sebuah tempat penjualan segala macam barang yang terbuat dari material yang digunakan untuk membuat peluru dan peralatan perang lainnya. Tempat ini dikelola dan dijalankan oleh staff dari pihak militer sendiri. Jarak tempuh yang cukup jauh antara Yangshuo – Guilin ada sisi positifnya juga, rasa kesal peserta tour sedikit banyak sudah berkurang. Apalagi setelah demo yang cukup menarik untuk produk pisau dan berbagai alat dapur, yang kekuatan dan ketajamannya luar biasa. Karena untuk barang tertentu seperti pengupas kulit kentang, wortel dan lain-lain harganya tidak terlalu mahal, ada beberapa peserta tour yang memborong cukup banyak. Sebenarnya cukup banyak objek menarik untuk difoto di sini, tapi berhubung tidak diijinkan, terpaksa gigit jari. Ada rudal, pisau belati yang dipakai di film Rambo nya Sylvester Stallone, seragam militer yang cool, dan masih banyak lagi. Tempat seperti ini sekali lagi membuktikan kreatifitas pemerintah China dalam memanfaatkan aset yang dimiliki. Menurut cerita tour guide, dulu waktu jaman perang, gua-gua di Guilin dijadikan lokasi pembuatan senjata dan amunisi oleh pemerintah. Setelah era perang, kekayaan material untuk membuat senjata dan amunisi yang ada di Guilin ini dijadikan industri untuk membuat segala macam perkakas dan peralatan. Thumbs up!
Selesai dari sini, kami dibawa ke tempat tujuan terakhir, Bukit Belalai Gajah. Lebih tepatnya sih kalau dibilang ke tempat untuk melihat bukit ini (viewing point). Karena sebenarnya kami hanya melihat bukit ini dari jauh, di area seberang bukit ini yang dipisahkan oleh sungai. Sekilas memang terlihat seperti gajah yang sedang minum dengan belalainya. Tapi kalau mau jujur sih, tempat ini tidak terlalu istimewa, hanya viewing point yang pemandangannya lima menit kemudian sudah akan membuat Anda bosan. Next, dinner. Kami dibawa kembali ke restoran yang sama seperti kemarin. Dan setelah makan, juga dilanjutkan dengan belanja di street market yang ada di depan restoran. Pokoknya de ja vu banget deh.
No comments:
Post a Comment