Good
morning, China! Kayaknya ungkapan ini cocok untuk
jadi judul cerita, buku atau bahkan film! (jadi ingat Good Morning Vietnam nya Robin
Williams). Sorry kalau agak maksa, maklum..over antusias. Bangun pagi
dengan penuh semangat karena akan melihat wajah Beijing di pagi hari untuk
pertama kalinya. Hari ini bisa
melihat secara langsung salah satu kota yang paling terkenal di dunia, di
negara dengan salah satu kebudayaan tertua dalam sejarah manusia. Jumlah
penduduk negara ini 1.3 milliar, 5 kali jumlah penduduk Indonesia! Kalau di
pulau Jawa yang sudah overload jumlah
penduduknya, masalah kepadatan ini sangat terasa. Saya dulu pernah tinggal
cukup lama di Jakarta, yang saya rasakan waktu itu seakan-akan tidak cukup
banyak ruang dan tempat untuk semua orang. Terakhir waktu singgah di kota ini,
lautan motor di jalan area Grogol benar-benar membuat mual. Tapi kenyataannya
daya tarik kota ini masih sangat besar karena statusnya sebagai ibu kota, yang
pastinya lebih maju dari kota-kota lain di Indonesia dalam segi ekonomi,
pendidikan, infrastruktur dan lain-lain. Belum lama ini saya juga sempat ke
Bali, dengan masalah klasik yang sama. Saya waktu itu sempat membayangkan,
bagaimana seandainya Bali punya infrastruktur dan ditata seperti misalnya
Singapura? Akankah wisatawan yang datang naik berkali-kali lipat dan begitu
juga ekonominya? Atau justru daya tarik pulau ini adalah apa adanya yang
dianggap eksotis oleh para wisman? Ahem..sebelum nyasar terlalu jauh, back to Beijing. Apakah wajah kota ini
bakal sama dengan Jakarta? I hope not.
Malam sebelumnya sih tidak terasa demikian. So
we’ll see about that.
Hotel Peixin - Dining Room |
Ruang makan di Hotel
Peixin cukup besar dan bagus. Menu buffet yang disajikan pun cukup variatif. Ada
menu ala Chinese dengan masakan panas ‘re chai’ (disajikan panas seperti
umumnya menu di restoran Indonesia) dan juga masakan dingin nya yang disebut
‘liang chai’. Masakan dingin ini merupakan menu sayuran dan sejenisnya yang
memang disajikan dan disantap dingin. Ada juga menu breakfast ala negara barat
seperti roti panggang et al, sosis dan telur. Setelah
makan kenyang, kami semua menunggu di lobby dan langsung berangkat begitu bis
datang. Pagi ini sangat cerah dan benar-benar sempurna untuk jalan-jalan.
Memang agak sedikit berangin yang membuat udara jadi terasa agak dingin. Tapi
kami semua sudah siap dengan memakai sweater,
jaket, syal, topi, sarung tangan dan sejenisnya. Begitu sampai di area Tiananmen Square, angin musim semi yang
sejuk semakin terasa di lapangan yang terbentang luas ini. Dan seperti yang
sudah diwanti-wanti tour guide, banyak pedagang asongan yang menjual
pernak-pernik yang berhubungan dengan kota Beijing. Kami diperingati untuk
tidak memegang atau melihat-lihat seandainya tidak berminat untuk membeli.
Karena mereka akan terus membuntuti seandainya kita menunjukkan sedikit saja
rasa tertarik. Pengunjung yang datang sudah ramai, dan antrian untuk melihat
makam almarhum Mao Ze Dong sudah luar biasa panjang. Kami tidak ikut mengantri
karena waktu yang terbatas. Menurut Ms. Eka, diperlukan waktu berjam-jam untuk
mengantri hanya untuk melihat sebentar makam salah satu tokoh China yang paling
legendaris ini. Katanya lagi, keramaian seperti ini masih bukan puncaknya. Gak
kebayang deh bagaimana ramainya di peak
season. Lapangan ini menjadi semakin terkenal karena insiden berdarah
karena pergolakan politik yang pernah terjadi di tahun 1989.
Tiananmen Square |
Cukup banyak mahasiswa
dan juga warga sipil yang menjadi korban. Tapi kalau melihat kondisi di
lapangan hari ini, kejadian kelam masa lalu itu jelas tertutup oleh daya tarik
tempat ini sebagai objek wisata wajib di Beijing! Yang paling populer menjadi
objek foto adalah yang berlatar gedung berarsitektur China kuno dengan lukisan
wajah Mao Ze Dong di dinding depannya. Bangunan ini merupakan jalan masuk ke
area Kota Terlarang. Setelah puas
foto-foto dan menikmati pemandangan sekitar lapangan ini, kamipun melanjutkan
tour ke Kota Terlarang di seberang jalan melalui terowongan bawah tanah. Begitu
mulai memasuki area Kota Terlarang, langsung terasa kesannya yang sangat massive. Bayangkan saja, kompleks yang
merupakan bekas kompleks istana di era Dinasty Ming dan Qing ini terdiri dari
980 bangunan dengan luas 720.000 m2! Kompleks yang sudah berusia lebih dari 600
tahun ini terawat baik. Kalau melihat lautan massa pengunjung seperti juga di
Tiananmen Square, saya angkat topi untuk pemerintah China yang benar-benar
menggarap segi parawisata dengan sangat profesional. Tidak bermaksud untuk
terus membanding-bandingkan, tapi dalam hati saya berharap pemerintah Indonesia
juga bisa seperti itu. Karena sudah sangat jelas bidang ini punya potensi yang
sangat besar.
Gerbang Forbidden City |
Satu
demi satu bangunan kami lewati, dan setiap bangunan ini punya sejarah dan
cerita sendiri-sendiri. Ada yang merupakan gedung yang dulunya merupakan tempat
dilakukannya ujian untuk seleksi pegawai kerajaan. Ada juga yang merupakan
tempat Kaisar mengganti baju kebesarannya. Keren gak tuh, untuk ganti baju saja
ada gedung khusus! Dan tentu saja, yang paling ingin dilihat orang adalah
gedung tempat tahta Kaisar. Sayangnya, demi alasan keamanan, tahta Kaisar ini tidak
bisa dilihat dari dekat, hanya dari pembatas yang dipasang di pintu masuk.
Berapapun kalori yang terbakar dalam usaha saya memelekkan mata kelihatannya
sia-sia. Yang terlihat hanya tahta tempat duduk Kaisar yang samar-samar (in case you’re wondering, no, di dalam tidak dipasang lampu hias
mewah atau sejenisnya hehe). Untuk bisa sampai ke posisi depan pintu dan
sekedar melongok ke dalam pun diperlukan tekad baja dan perjuangan hidup mati
(ok, mungkin saya sedikit berlebihan). Sayangnya khusus untuk masalah yang satu
ini, kurang terkelola dengan baik. Tidak ada jalur antrian untuk melihat
sehingga pengunjung berdesak-desakan (baca: dorong-dorongan) dari seluruh
penjuru mata angin untuk melihat sesuatu yang tidak terlihat. Ada seorang
wisman bule yang begitu sukses sampai di posisi depan pintu, menjepret tempat
duduk keramat tersebut dengan DSLR nya, terus sambil pergi ngomong ke temannya:
“I didn’t really see anything..”
Tahta Kaisar |
Dari situ kami
sempat toilet break sebentar, dan toilet di China memang tidak terkenal bersih,
seperti yang sudah banyak diceritakan orang-orang yang pernah berkunjung ke
negara ini. Toilet di dalam kompleks ini memang tidak kotor sekali, tapi
menurut saya kurang luas dan bersih. Terlalu sempit dan kecil untuk tempat
seukuran tempat ini. Belum lagi wewangian aroma terapi yang menyebar. Tapi ini
belum seberapa, ada pengalaman ke toilet yang lebih parah di tempat lain (I’ll tell you about it later). Untungnya
setelah itu paru-paru kami kembali dibersihkan dengan jalan-jalan di taman yang
ada di dalam kompleks ini, tempat Kaisar dulunya jalan-jalan sore. Di taman ini
ada satu pohon yang sudah sangat terkenal, yang sudah pernah saya dengar
ceritanya sebelum ke sini. Anda juga mungkin sudah pernah dengar. Pohon ini memang
unik, terdiri dari dua pohon yang cabangnya saling melilit, dan diberi julukan
pohon suami-istri. Banyak pasutri yang mengabadikannya dan berfoto dengan latar
pohon ini. Pemandangan aneh lain adalah ada satu gedung yang seakan-akan
ditumbuhi oleh terumbu karang yang menjalar di dinding. Ada cerita yang
melatarinya, cuma sayangnya saya tidak ingat persis. Yang saya ingat, terumbu
karang ini dibawa dari luar dan dipasang di dinding gedung hanya untuk hiburan
Kaisar. Tidak terlalu lama setelah keluar dari area taman, tanpa terasa, sampai
juga kami di penghujung kompleks.
Couple Tree |
Dari pintu keluar, kami berjalan kaki menuju
ke suatu perempatan untuk menunggu bis yang akan datang menjemput kami.
Pemandangan sepanjang jalan cukup indah dan asri. Informasi tentang udara
Beijing yang tercemar parah oleh polusi anehnya tidak saya rasakan. Katanya sih
ketika menjelang Olimpiade 2008 dimana Beijing menjadi tuan rumah, pemerintah
sangat ketat soal kualitas udara. Tapi informasi terakhir yang saya dapat,
kualitas udara kota kembali menurun semenjak berakhirnya event internasional
itu. Jadi saya tidak tahu apakah waktu itu emosi saya yang bicara atau logika,
tapi yang jelas saya memang tidak merasakan udara yang sumpek dan menyesakkan hidung
dan paru-paru. Setelah bis datang, kami langsung meluncur ke restoran untuk
makan siang. Restoran yang kami kunjungi ternyata cukup besar dan bagus.
Payung warna-warni dipasang menggantung terbalik di langit-langit. Ada juga
lampion dan lukisan-lukisan wajah khas opera China di dinding. Masakannya juga
cukup enak. Di salah satu pojok restoran ada sebuah stand yang menjual bermacam-macam
barang buatan lokal, pernak-pernik perhiasan, boneka, mainan dan sebagainya. Harga
barang yang tidak terlalu mahal sempat membuat ibu-ibu peserta tour tertahan
cukup lama di sini karena memborong boneka dan sejenisnya untuk
kenang-kenangan. Di dekat pintu keluar masuk, dipajang sejumlah gelas kaca yang
berisi cairan dengan ular yang diawetkan! Mungkin ramuan obat, saya tidak tahu
pasti. Kalau Anda termasuk yang tidak terlalu nge-fans dengan binatang yang
satu ini, tidak disarankan untuk mempelototi pajangan ini terlalu lama. Bisa-bisa
selera makannya hilang...
Setelah lunch
kami dibawa ke suatu tempat untuk pijat kaki gratis! Betul, Anda tidak salah baca.
Katanya sih tempat pijat kaki ini merupakan tempat yang biasa dipakai untuk
melayani tamu-tamu agung dari negara lain. Sebagai bukti, foto-foto negarawan
yang pernah berkunjung dipasang di dinding di sepanjang lorong di lantai dua.
Saya melihat foto Ibu Megawati, Mahatir Muhammad, dan juga Ferdinand Marcos (ex
Presiden Filipina). Kami dibawa ke sebuah ruangan yang cukup besar yang
berisikan deretan kursi-kursi empuk. Setelah itu dibawakan air panas di dalam
wadah yang sudah diberi sejenis obat untuk merendam kaki. Sambil menunggu
petugas pijatnya datang, kami diberi pengarahan dan sekilas info oleh seorang
Bapak yang ternyata orang Indonesia yang telah lama pindah permanen ke China.
Dijelaskan tentang segala macam obat dan layanan pemeriksaan kesehatan yang
mereka tawarkan. Ternyata ‘tukang pijat’ nya adalah para remaja yang sedang
training di tempat ini. Sesuai tebakan saya, sambil dipijat, mereka mulai
menawarkan obat-obatan dan layanan dokter untuk memeriksa kesehatan. Tapi
tenang saja, tidak ada paksaan. Kalau tidak tertarik, Anda tidak perlu beli
apa-apa dan hanya mendapatkan compliment
berupa pijat gratis. Setelah menjelajahi Tiananmen Square dan Kota Terlarang
yang sangat luas, apalagi sih yang lebih hebat dari pijat kaki gratis? Ketika
menuju pintu keluar di bawah setelah selesai pijat, saya melihat tulisan
menarik yang dipajang di atas meja stand yang menjual aksesoris gelang, sejenis
batu untuk kesehatan dan lain-lain. Tertulis dalam tiga bahasa: Mandarin,
Bahasa Indonesia/Melayu, dan Inggris. Dalam bahasa Mandarin dan Inggris, kalau
diartikan tulisannya ‘beli lima gratis dua’. Tapi yang istimewa, dalam Bahasa Indonesia/Melayu
tertulis dengan huruf ukuran paling besar di tengah-tengah: “batu bian gue,
beli lima geratis (free) satu”. Dalam hati saya berpikir, ini perlakuan
diskriminatif untuk kita, salah tulis, atau mereka pikir kita idiot?? Kita
anggap yang kedua saja deh (ingat, positive
thinking, my friend).
Dari sini,
tujuan berikutnya: Olympic Park!
Akhirnya bakal melihat secara langsung ‘Sarang Burung’ yang terkenal itu.
Sayangnya tidak ada agenda untuk masuk ke dalam, jadi kami hanya akan
melihat-lihat dan foto-foto di luar stadion utama, gedung perlombaan renang dan
lain-lain. Di area lapangan menuju stadion juga ada pemandangan yang cukup spesial,
di bawah ternyata bisa melihat jalan tol dengan lalu lintas yang ramai.
Mobil-mobil dari segala macam merk dan jenis mengalir seperti air yang tidak
ada hentinya. Menurut Ms. Eka, jika dulu Beijing terkenal dengan sepedanya,
yang saking banyaknya diklaim bahwa setiap penduduk Beijing punya satu sepeda,
sekarang ini jumlah sepeda sudah kalah banyak dibanding jumlah mobil! Mobil
Audi yang termasuk kelas menengah atas di Indonesia tidak dianggap spesial di
Beijing. Kalau mau dianggap kaya, kamu harus punya mobil Rolls Royce! Ckckck...saya
jadi teringat dulu pernah baca artikel di majalah Fortune yang membahas
kemajuan ekonomi China. Dalam suatu event pameran mobil internasional, di stand
BMW yang ketika itu meluncurkan seri limited
edition, pada waktu serah terima kunci yang diliput oleh pers, ternyata
pembelinya adalah seorang anak muda yang datang hanya pakai kaus dan celana
pendek...Di dekat area jalan tol ini terdapat sebuah gedung pencakar langit
yang puncaknya berbentuk seperti kepala naga. Ternyata di dalam bangunan ini terdapat
Hotel 7 Bintang Pangu (alias Gold
Dragon atau naga emas) yang merupakan
bagian dari Pangu Plaza, kompleks perkantoran, apartment, mall dan restoran
mewah. Gedung eksotis ini
merupakan hasil rancangan arsitek terkenal asal Taiwan C.Y. Lee yang juga
merancang gedung tertinggi nomor dua di dunia, Taipei 101 di Taiwan.
Hotel Pangu dilihat dari Olympic Park |
Berhubung cuma
diberi waktu setengah jam, saya buru-buru berjalan ke arah stadion ‘Bird’s Nest’ untuk melihat lebih
dekat. Arsitektur stadion ini memang sangat indah dan sebuah masterpiece.
Setelah itu saya juga menyempatkan diri untuk melihat Water Cube Aquatic Center, gedung persegi empat yang dindingnya
seperti gelembung-gelembung air, tempat perlombaan cabang renang. Habis
foto-foto kilat, saya bergegas balik ke tempat kumpul kembali yang telah
disepakati. Benar-benar hanya sekilas info.
Berikutnya, kami
akan menuju ke Summer Palace, istana
musim panas tempat Kaisar dulu beristirahat. Waktu sudah sore ketika kami
sampai ke tempat ini, dan berhubung saya suka danau, saya langsung menyukai
tempat ini. Meskipun danau yang ada di kompleks ini merupakan danau buatan,
menurut saya tempat ini di-design
dengan cukup indah. Tempat peristirahatan yang ideal deh pokoknya. Tapi seperti
kata pepatah: “Beauty is in the eye of
the beholder”. Indah atau cantik itu tergantung mata orang yang melihatnya,
jadi sangat relatif. Ketika sedang berjalan-jalan di kompleks ini, saya bertemu
rombongan turis asal Indonesia. Dari seragam yang mereka pakai, ternyata
rombongan ini adalah rombongan perusahaan. Mungkin sebagai bonus pencapaian
target atau sejenisnya. Nah, salah seorang dari mereka ini bilang ke temannya:
“Kayak begini indah??”. Berhubung saya bukan Kaisar atau keturunannya, saya
tidak pantas tersinggung, cuma sedikit tergelitik saja. Memang tidak semua
orang bisa menghargai atau
mengapresiasi keindahan alam, seni arsitektur dan lain-lain. Dan bagi yang bisa
pun, bisa melihat berbeda. Jadi celaan saudara kita itu pantas dimaklumi. Tiap
orang berhak berpendapat.
Tapi bagi saya pribadi sih, he’s totally
nuts! (Excuse my French…)
Sunset @ Summer Palace |
Tanpa terasa,
waktu sudah menjelang malam dan matahari menjelang terbenam. Ternyata banyak
fotografer yang sudah standby di dekat area jembatan yang melintasi danau untuk
mengabadikan sunset. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan. Saya juga tidak
mau ketinggalan mengabadikannya dengan pocket
digital camera saya. Jangan bandingkan hasilnya dengan mereka yang
rata-rata memakai DSLR kelas berat lengkap dengan tripod. Tapi untuk ukuran
mata normal sih, menurut saya foto yang saya ambil tidak jelek, meski cuma
kualitas VGA. Saya juga tidak mau terlalu banyak dan lama mengambil foto karena
ingin menikmati sunset secara LIVE. Akhirnya matahari pun terbenam di balik
bukit dan itu artinya kami harus naik kembali ke bis menuju restoran untuk
makan malam. Berbeda dengan makan siang, restoran untuk makan malam ini tidak
begitu menonjol gedungnya. Dari pintu masuk yang relatif kecil, harus naik ke
lantai dua dan berjalan di lorong sempit sebelum memasuki area restoran.
Ternyata area makan restoran cukup besar, dan menu makanannya lumayan. Setelah
makan malam kami pun pulang ke hotel untuk beristirahat. Hari yang cukup
melelahkan tapi exciting. Beijing di
pagi, siang dan sore hari, tetap saja indah....
- SW -
No comments:
Post a Comment