Shanghai
time! Di hari ke lima ini kami akan naik
kereta cepat dari Beijing ke Shanghai, kota terbesar di China. Cukup penasaran
juga seperti apa rupa kota ini jika dilihat secara langsung. Tapi sebelum
sampai pun, rush hour tipikal
kota-kota besar sudah dimulai duluan. Pagi itu saking buru-burunya, makan pagi
tidak di hotel seperti biasa, tapi bungkus. Roti, telur, sosis dipaket ke dalam
kantong plastik untuk dibawa makan di jalan. Kereta api yang akan kami naiki
adalah kereta pagi pertama, yang akan menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam.
Peserta tour kelihatannya sudah mulai terbiasa dengan permainan kejar-kejaran
waktu. Begitu sampai di Shanghai langsung dilanjutkan tour lagi soalnya. Jadi
pagi itu kami semua dari kamar langsung check
out dan naik bis ke stasiun kereta Beijing. Begitu sampai, saya langsung
terkesan dengan stasiun ini. Malam sebelumnya saya sempat riset sedikit tentang
stasiun dan perjalanan dengan bullet
train ini di internet. Banyak review
positif tentang stasiun dan kereta ini.
Setelah melihat dan merasakan langsung,
saya bisa bilang kalau komentar-komentar positif yang saya baca benar-benar valid. Design arsitektur stasiun ini
seperti airport saja, sangat modern.
Stasiun yang sangat besar ini memang sangat sibuk, buktinya pagi itu waktu kami
sampai sudah cukup ramai penumpang yang sedang menunggu. Petugas pemeriksa
karcis sekaligus penjaga pintu masuk ke kereta pun penampilannya seperti pramugari,
bahkan lebih modis lagi dengan aksesoris topi. Awesome place. Saya siap memberikan rating 5 bintang untuk tempat
ini, sampai ketika saya harus ke WC...yah kalau di awal saya pernah singgung
pengalaman menarik soal WC...di sinilah tempatnya. Waktu masuk ke WC, meskipun
sudah sering dengar cerita horror dari teman tentang toilet di China, saya
tetap saja sangat terkejut dengan apa yang saya lihat. Di salah satu tempat
yang harusnya merupakan kamar WC jongkok tertutup, seorang pemuda yang kalau
dilihat dari penampilannya..pakaian kantoran lengkap dengan jas, harusnya bisa
bersikap lebih baik, sedang ‘asik’ jongkok dengan pintu terbuka sambil
memainkan smart phone....
Stasiun Kereta Beijing |
Kelihatannya ini
sedikit banyak masih budaya lokal, soalnya saya perhatikan orang-orang yang
masuk ke WC semua cuek saja dengan pemandangan itu. Yang jelas bagi saya sangat
menghilangkan selera dan rating 5 bintang saya langsung jadi redup. Penampilan
dan rancangan WC nya pun menurut saya kurang modern, beda jauh dengan di luar. Berhubung
seisi WC dipenuhi orang juga, saya memutuskan untuk nanti saja ke WC waktu
sudah masuk ke dalam kereta. Kami masih harus ngantri dan menunggu beberapa
lama di gerbang masuk ke kereta. Ketika sudah melewati gerbang pun ternyata
masih harus turun ke bawah dengan eskalator ke platform untuk masuk ke dalam
kereta. Paling tidak penampilan kereta apinya tidak mengecewakan, modern dan
bersih. Toiletnya juga begitu. Cuma berhubung kami harus meletakkan koper di
depan tempat duduk, ruang untuk kaki saya yang cukup panjang berkurang drastis.
Percobaan untuk tidur kurang begitu sukses (yes,
cerita lama), jadi cuma bisa tidur-tiduran saja. Tapi gak terasa juga sudah
lewat tengah hari, dan ternyata gerbong di depan kami merupakan tempat makan
dalam kereta. Lunch time! Menunya
terbatas, hanya beberapa pilihan makanan paket seperti di pesawat. Harganya
juga cukup mahal, tapi worth it lah
untuk nambah pengalaman. Ada beberapa eksekutif yang lunch sambil kerja dengan notebook mereka di tempat ini.
Jalur
kereta yang kami naiki ternyata melewati stasiun kota Nanjing juga. Singkat
cerita, tidak terlalu lama setelah melewati stasiun Nanjing, akhirnya sampai
juga di stasiun kereta api Shanghai. Tidak seperti yang saya bayangkan, stasiun
Shanghai tidak sebagus Beijing. Kami dijemput tour guide lokal dan langsung
menuju ke area parkir untuk naik bis. Sayangnya tour guide kali ini, Ms. Xiao
Wang, tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya Mandarin dan Inggris. Berhubung
rombongan tour mayoritas lansia, bahasa resmi tour kali ini pun dipilih
Mandarin. Ternyata stasiun kereta api ini berada di distrik Pu Xi, alias area
Shanghai lama. Shanghai memang dipisahkan menjadi dua bagian oleh sungai Huang
Pu. Area sebelah barat sungai namanya Pu Xi (Xi = barat), dan area sebelah
timur disebut Pu Dong (Dong = timur). Pemandangan sepanjang jalan menuju ke
restoran untuk makan siang/sore tidak se ‘wah’ yang saya bayangkan. Bahkan di
beberapa tempat, masih terlihat agak kumuh. Di dalam bis, Ms. Xiao Wang sempat
menceritakan hal menarik tentang trend perkawinan yang sedang terjadi di
Shanghai. Layaknya kota-kota metropolitan lain di dunia, tingginya biaya hidup
di Shanghai menyebabkan para pasangan mengadopsi gaya perkawinan ‘luo hun’.
Artinya para pasangan ini menikah tanpa mengharapkan apa-apa dari segi materi
dari pasangan mereka. Tidak perlu harus beli rumah, mobil dan sebagainya. Yang
penting mereka bisa hidup bersama. Romantic,
pathetic, or realistic? Yang
jelas menurut Ms. Xiao Wang harga property di Shanghai luar biasa mahal, saking
mahalnya, jangankan beli, untuk sewa apartment saja kalau tidak ramai-ramai patungan
akan sulit. Menurut dia rata-rata gaji karyawan biasa di Shanghai berkisar
2000-3000 Yuan. Sewa apartment bisa mencapai 3000 Yuan, jadi kalau hanya
tinggal sendiri, artinya gaji hanya cukup untuk membayar sewa apartment saja.
Kalau dibagi berlima, setiap orang harus membayar 600 Yuan. Belum lagi biaya
untuk makan, transport, hiburan, shopping dan lain-lain. Benar-benar kasus
klasik bright light big cities.
Stasiun Kereta Shanghai |
Restoran tempat kami
makan siang tidak begitu istimewa, dan menunya juga biasa saja. Area sekitar
restoran juga biasa saja. Pokoknya serba biasa deh. Jauh dari bayangan Shanghai
sebagai kota paling besar dan paling modern di China. Dari restoran kami menuju
ke kompleks shopping Cheng Huang Miao.
Tempat ini dipenuhi turis yang ingin berbelanja, baik lokal maupun dari
mancanegara. Penampilan kompleks ini cukup menarik, tapi berhubung saya bukan shopaholic, rasa antusiasmenya tidak
terlalu tinggi. Ternyata di dalam kompleks ini ada jalan masuk ke suatu taman
yang bernama Yu Garden (Yu Yuan).
Taman ini adalah buatan salah seorang pejabat pemerintah di jaman dinasti Ming
yang bernama Pan Yunduan, didedikasikan untuk orang tuanya. Ternyata selama
usianya yang sudah mencapai 400 tahun, taman seluas dua hektar ini sudah
beberapa kali mengalami perombakan. Yang terakhir di tahun 1956, memakan waktu
selama lima tahun. Mulai 1961, taman ini dibuka untuk umum. Kalau punya taman
seperti ini di rumah pastinya cukup spesial, dengan arsitektur bangunan yang
khas, beranda yang dibuat khusus untuk menikmati pemandangan formasi bebatuan
di dalam taman dan aliran air sungai buatan, pohon-pohon tinggi dalam taman
yang layaknya hutan mini, kolam ikan dan
sebagainya. Hal spesial lain adalah ada pohon Ginkgo biloba yang sudah berusia
400 tahun!
Keluar dari taman, kami
diberi kesempatan untuk jalan-jalan dan belanja di kompleks Cheng Huang
Miao ini. Selama di sini saya jalan-jalan keliling kompleks, window shopping dan foto-foto. Sempat
berpapasan dengan rombongan asal Indonesia yang cukup heboh, ada yang dengan
bangga cerita ke temannya kalau dia sukses nawar. Tempat ini memang terkenal
dengan harga miringnya, miring ke atas..bukan miring ke bawah. Jadi kalau mau
beli sesuatu harus pintar-pintar nawar. Meskipun tidak belanja, saya jadi “korban”
juga (shame on me…). Waktu sedang
menyusuri salah satu lorong, saya melihat ada warung minuman yang menjual air
kelapa. Rasa penasaran bercampur haus membuat saya memutuskan untuk mencobanya.
Masalahnya, saya melakukan kesalahan pemula, tidak menanyakan harga sebelum
beli. BIG mistake. Toh
makanan/minuman di China pasti relatif murah, right? Wrong!! Ternyata buah kelapa yang disajikan ke saya harganya
25 Yuan atau sekitar Rp 37.500! Bukan itu saja, buah yang disajikan pun agak
coklat kehitam-hitaman dan tidak sesegar yang dipajang. Rasanya juga tidak
enak. Talking about being the victim of a
scam! Ingat lain kali kalau Anda ke sini, jauhi air kelapa! Tidak peduli
seberapa hausnya Anda! Lebih baik beli air mineral atau kalau penggemar
Starbucks, bisa beli minuman di outlet café tersebut yang ada dalam kompleks
ini, yang meskipun tidak murah tapi rasanya sudah standard. Oh ya, tour guide juga sudah wanti-wanti dari awal
tentang rawannya pencurian dan copet di tempat ini, jadi mesti ekstra hati-hati
dengan dompet dan tas bawaan kita.
Cheng Huang Miao |
Keluar dari Cheng Huang
Miao, hari sudah sore menjelang malam. Kami dibawa ke sebuah restoran yang
cukup besar untuk makan malam. Rencananya, setelah makan malam kami akan ke
gedung ERA untuk menyaksikan acrobatic show yang katanya bagus.
Restoran ini dilengkapi dengan panggung untuk show tari-tarian, nyanyian dan
permainan alat musik yang menghibur para tamu selama makan di sini. Sound dan lighting system nya juga cukup profesional, memang sudah dirancang
khusus untuk layanan entertainment. Menunya?
Setelah beberapa hari di China, meskipun beda daerah, menu yang disajikan tidak
begitu jauh beda. Setelah dinner ini kami langsung menuju ke gedung
pertunjukkan ERA karena ingin mengejar show
jam 7 malam. Show yang berlangsung
selama kurang lebih dua jam ini memang dikemas cukup menarik. Ada akrobatik
melompat melewati semacam menara lingkaran di tengah panggung yang ditumpuk
semakin tinggi. Ada juga peragaan elastisitas badan dan otot yang sepertinya
bisa ditekuk ke mana-mana, ada pertunjukan drama tarian dan musikal yang
romantis dan ditutup dengan aksi lima motor yang saling berputar di dalam
sangkar besi berbentuk seperti bola. Secara keseluruhan acrobatic show ini memang cukup bagus.
Dinner @ Shanghai resto |
Salah satu sudut gedung ERA |
Ketika pertunjukkan selesai
dan kami keluar dari gedung, ternyata sedang hujan. Terpaksa sedikit
berbasah-basah untuk masuk kembali ke bis menuju hotel untuk bermalam. Hotel
yang dipakai kali ini adalah Holiday Inn
Express. Hotel dengan penampilan simple dan minimalis tapi elegan ini
adalah tipe hotel yang saya sukai. Waktu masuk ke kamar pun saya benar-benar
puas dengan tempat tidur, tata letak meja dan juga toiletnya. Seandainya saja
semua hotel yang akan kami tinggali selama tour
di China bisa seperti ini. Hotel
Peixin di Beijing tidak jelek, tapi masih tipe hotel bergaya lama. Tapi
saya tidak bisa terlalu lama menikmati design
dan kenyamanan kamar, karena harus segera istirahat dan besok pagi mengikuti
jadwal tour yang cukup padat, mengunjungi TV
Tower Shanghai sebelum dilanjutkan dengan perjalanan ke kota berikutnya, Wuxi.
- SW -
No comments:
Post a Comment